Facebook youtube Pinterest Twitter LinkedIn instagram

A Lost Nemophilist

Tentang perempuan dibalik pepohonan yang selalu rindu menyelami hutan kata-kata

Langit biru yang lapang mulai jatuh pada paving-paving pelataran
Horizon menelan diriku mentah-mentah
Wajahku terhapus dari hamparan lautan saat langit menghitam
Membaca sepi adalah hal yang lumrah
Sedangkan malam adalah ruang yang ku bangun sendiri
Tempat yang tepat untuk ku memulangkan pejam dan mimpi-mimpi

Perlahan waktu tak lagi kanak-kanak
Membawaku mengangkat kabut-kabut di kaki langit
Aku terbangun dan menemukan tubuhku duduk di sela-sela jendela 
Membuat pagi tak butuh aroma piccolo dan sesal hari kemarin
Waktu menggubah elegi untuk tumbuh
Dan waktu pula yang menguburnya dengan tangannya sendiri
Sesaat aku paham, semua raga punya cahaya jiwa
Aku; adalah utari dibalik segala prasangkaku
Yang selama ini tenggelam hanya untuk terbit kembali



Related image
                                                                 Pict Source: fr.wikipedia.org
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Kususun senandung angin-angin dibalik dedaunan sebagai engkau yang hilang
Dibawah mendung yang hanya mengingatkan pada hal-hal yang masam dan curam
Langit memanjang dan cahaya dibaliknya yang kemudian terlupakan
Hutan sejatinya menjadi pendingin ruangan
Merubah psithurism menjadi perasaan-perasaan yang menolak dewasa
Pepohonan dipenuhi kenangan
Dan aku akan pergi ke mana angin bertiup
Menyemogakan ia agar mengarahkan engkau sedekat yang aku ingin


Image result for psithurism
Image Source: Pinterest 
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Aku, saat itu adalah duka yang sesungguhnya
Kau bayangkan saja
Apabila wajah manis gulaku memuai di jalan raya
Wajah keruh, rasa-rasa tak mau tumbuh dan tulang belulang meleleh menjadi lembah keluh
Ada juga nafas yang ingin ku lepas dan menghitam di atas putihnya kertas
Ah, sudah
Itu dulu
Mereka hanyalah bumbu-bumbu masa lalu
Kini, aku suka memandangimu
Rasanya seperti berada diatas ayunan bergerak dan terkoyak
Angin-angin membawa duka lepas pergi merangkak dan hawa dingin melunak tak berkembang biak
Gelak tawa menggelegar lalu aku mulai sadar
Akulah kebahagiaan pada titik kulminasi 
Hati yang lama tak berpenghuni
Kini telah terisi kembali

Image result for anak kecil main ayunan fotografi
Image Source: Google
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Masih adakah denyut nadi Indonesia?
Yang negaranya dianggap bianglala
Oleh bandit-bandit bergincu dan berdasi
Mengerek citra setinggi-tingginya
Berlaku elok namun miris bak pengemis
Pewarta menggunjing kepalsuan 
Kejujuran seperti barang haram
Barang haram dianggap obat penenang
Kunang-kunang jantan merayap pada kolong-kolong jembatan saat malam
Menyorot peradaban yang merapuh
Keadilan tak sehangat kemarin sore
Kemanusiaan terusir, tergusur, dan terjajah
Sengal nafas pencari kebenaran dianggap lelucon
Kemudian dihabisilah ia dengan bengis
Dan nyawa-nyawa dianggap uang receh
Ah jelata bagaikan ikan tongkol dimakan kucing-kucing raksasa
Kesenjangan pun seperti makanan biasa
Ah ngeri
Yasudahlah, 
Salam takzim kepada bapak ibu petinggi di pintu-pintu mercusuar dini hari
Kami hanya rindu hati dan nurani yang murni membangun negeri

Doa kita masih sama, mari kita doakan agar semua persoalan di negeri kita terselesaikan dengan damai, negeri kita aman, dijauhkan dari pemimpin dzalim yang menyengsarakan rakyat dan selalu dalam lindungan Allah Ta'ala. Merdeka dengan semestinya. Aamiin Yaa Rabb. 
Dirgahayu Indonesiaku!!

(Mlg, 170817)

Image result for merah putih di atas gunung
Pict Source:  Tribunnews.com
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Pagi itu, aku datang
Sedangkan kau memilih pulang
Barangkali kau ingin mengumpulkan hujan
Melihat ilalangmu termakan tandus
Diantara tanah gersang dan kemarau yang dingin
Bersama cemara melintasi kemalangan sendiri 
Dibawah awan-awan yang masam
Melindungi rapuhmu menjadi pecahan air mata yang membeku
Kau lebih memilih menyantap jarak dan meredupkan langit
Hujan; saat itu menjadi bahasa baru 
Kau tak sadar bagaimana ilalang apabila diguyur rindumu
Tumbuh subur dan meluap menjadi lautan detak jantung ditubuhmu

Image result for ilalang di pegunungan
Image Source: yukpiknik.com
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

       Setiap kali pada cinta yang menjalar di setiap sudut kota aku berujar padanya, "ketulusan itu seperti tanah lapang dengan penuh hijau rerumputan yang bergoyang". Benar-benar tiada beban dan menyegarkan. Lihat cinta-cinta yang tamak itu! Lari kocar kacir tak karuan mengejar balasan. Tak beraturan seperti rambut anak-anak muda yang belum disisir. Ada tubuh kekar yang ingin seperti bayi-bayi dalam gendongan, sampai ada lengan yang ingin menjangkau pucuk gedung yang mencakar langit tapi tak sampai. Akhirnya tergulung jatuh, hancur lebur seperti batuan kerikil yang pecah dipijak roda-roda kendaraan di tengah jalanan. Lalu mereka menepuk-nepuk punggung  hingga memejamkan mata.

       Ketika kau bertanya padaku tentang cinta, jendela-jendela rumah akan lebih luas dari biasanya. Pepohonan akan lebih rimbun dari hari-hari kemarin. Kemudian jutaan cinta yang meneduhkan terbang bebas dari dalam rumah. Bebas menukik dan bebas merayap hingga menyusup perut bumi. Lagi-lagi ketulusan akan seperti parfum-parfum mahal yang berjejer di etalase mall. Aromanya semerbak hingga petualang yang hilang menemukan jalannya untuk pulang dengan sendirinya. Dan kini cintaku berubah menjadi angin badai. Berputar pada kolong hati makhluk-makhluk semesta yang belakangan ini mengawasi seseorang yang mendekam dibawah awan-awan hitam yang kelam.






Image result for savana
Image Source: Google
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Angin kesunyian berhembus diwajahmu semalaman

Kabut kota berterbangan lebih lebat dari biasanya
Dingin, 
Kau mengalungkan syal rajutmu sampai menutupi hidung 
Sementara berjalan sambil menyembunyikan jari-jari tangan di dalam saku celana
Kau tahu, malam adalah keangkuhan rasa yang seharusnya meledak tapi tertimbun kebodohan
Kau menyusurinya ketika kau paham bayanganmu sendiri hilang saat malam
Mataku; langit tua yang penuh serpihan-serpihan cerita lama
Aku ingin tahu, apakah setiap malam kau diam-diam bergegas membacanya seakan tak pernah tuntas?
Dingin,
Telah merengkuh tubuh dan pelan-pelan merasuki hatimu lebih jauh
Kau menyembunyikan diri dan menggugurkan daun-daunmu sendiri
Sedangkan dari pekarangan rumah, aku melihat hatiku serupa tanaman liar yang tumbuh subur dan tak berjamur
Mengawasimu dari kejauhan seperti tindak pidana yang mengubah rasa menjadi hukuman
Kemudian aku menemukanmu pada bangku-bangku kosong di tepi jalan
Membangun kenangan ketika semua orang sibuk melupakan
Membakar lamunanmu yang sudah menjadi ladang memenuhi trotoar
Dingin,
Tatapan matamu ku hirup dalam-dalam ditengah lambaian angin malam
Lalu aku melihat masa depan seperti gigil yang meleleh di jalanan dan tertelan seduhan secangkir kopi hitam


                                                                                                               Image source: Google


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Aku kagum pada setiap keberanian hidup
Kau seperti alam yang terus bernyanyi dan menggantungkan masalah hanya diujung jempol kaki
Langitmu berayun menikmati nyaringnya sambaran petir di pucuk-pucuk dedaunan
Dan segala kepedihannya ditebang oleh kata-kata yang kokoh menjadi puisi
Ribuan kali gemuruh ombakmu bergulung dan pecah dibibir pantai
Seperti sesak yang tak tertahankan dan kau bisa merengek sejadi-jadinya
Nyanyian yang luar biasa, ajaib! Bebanmu hanyut!
Lalu aku menciut diantara keberanian nyanyian alam mu


Aku kagum pada setiap kekuatan hidup 
Hujan pilu pernah berujar ketidak terimaan di pelataran hatimu
Namun gemericiknya mampu merenggut kapas awan yang kelabu menjadi tiada
Terhempas dibumi yang keras namun sepasang senyummu mengalihkan segalanya
Lembayung senja diatas permukaan laut pun lamat-lamat membumi tanpa takut
Mulai gelap, namun cahaya bulan berkuasa atas langit-langit
Aku berkaca padannya dan dinding korneaku dilarang berkaca-kaca
Sekalipun nyanyian indah kenangan berubah menjadi nada-nada geram
Atau hati lebih memilih dianestesi?
Tidak, jangan!


Bagaimana dirimu lihai melakukannya?
Lagu alam mu tak berhenti seperti memakan karet pentil yang tak habis digigit
Kau pun berdiri diujung candamu serupa semangat yang berserakan dibawah pohon rindang 
Burung-burung sebagai temanmu terus terbang dan berlarian mengejar angin yang bersyair
Mimosa berbisik, "jangan malu-malu seperti diriku"
Dan kupersilahkan kau menjadi cerita dalam kaset yang pitanya bergulung dalam dadaku
Ingin ku putar dan terus ku putar hingga soreku memberanikan diri menemui pagimu


                                                                Image source: Google

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Harus kunamai sebagai apa?
Pecahan diriku yang dinilai pusing dan membosankan bagi kaum Millennial?
Kepingan semesta dalam diriku yang berbicara hingga kuping mereka menjadi bengal
Udara lembab dan mata sembab yang menyatu dalam butiran sajak satire
Pagi yang cerah dan malam yang bergairah, apa bedanya?
Aku bebal, tak segera ku temui jawaban
Di bilik usang tempatku berpulang 
Terasing di celah remang-remang dengan ribuan jejak kaki kawan
Meneguk lembaran kisah pribumi pengagung Eropa di "Bumi Manusia"
Hingga membabat habis keganjalan dikehidupan "Orang-Orang Bloomington"

Sesaat kita merangkul dunia yang mustahil kita sentuh seperti menggenggam udara
Kita tidak melihat, akan tapi kita begitu merasa
Lalu waktu berputar dan terlihat begitu sadis
Menenggelamkanku dalam musim berkabut yang tak lagi tipis
Lihat!! Layar handphone berkedip dengan pintarnya dan segera aku dimakan habis
Langkah kaki melirih serupa sepi yang menyusup pada dinding-dinding dan menjadi dingin
Dahaga merapuh seperti tak akan haus kembali
Waktu begitu sempurna sedangkan manusia lebih memilih egonya
Berpendar dalam pengetahuan yang tak utuh seperti menikmati hidangan sehari-hari
Hhhh.. 
Mungkin tanda tanya yang kemudian akan mencangking mimpi-mimpi kecil kembali kemari 
Menemukan hutan, lautan, dan jalanan dalam kerut dahi yang paling mengasyikkan


                                                                                                              Image source: Pinterest



Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Pagiku kini bermata teduh
Menahan jendela kayu menghasut sinar-sinar mimpi untuk lari tanpa jenuh 
Bukan lari dari segerombolan semut-semut hitam yang mengerumuni jari kaki-kaki kecil
Namun lari melewati bebatuan tajam yang bertebaran dibalik rerumputan di padang savana diatas kerikil-kerikil kecil 
Kemudian pagi bermata teduh merasukiku sebagai mekar-mekar bunga seribu warna
Keharuman teguh menyapa hingga sesaat sebelum putik bunga mahkota terlepas dari singgasananya
Meyakini cita dan cinta akan datang dalam suatu cerita
Hidup dalam hidup berbadan labirin yang berlika-liku
Dimana ujungnya? Tiada yang tahu
Menerka, menerka dan menerka celah bergema kebahagiaan yang bukan semu
Karenamu langit mengharu biru, saat senja berubah berganti ungu
Dan senyummu adalah daun pintu
Membuka pagiku yang teduh penuh rimbun doa ibu



Image result for garden tumblr
Image Source: Google
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Kemudian semesta berbicara tanpa berbahasa
Petuahmu tertimbun di celah-celah otakku
Lagumu sendu, lagumu mendayu, sayu dimatamu
Syukurlah kini masih tersisa
Dimana senyap dimalamku, renyah dipagi hariku
Dalam spektrum cahaya yang mampir dipelupuk mata
Dalam titik-titik bening embun yang luruh berjatuhan
Sebab daun pasrah dikibas-kibas oleh angin
Kelabakan dibawah kaki langit
Membuncahkan perihal keinginan-keinginan yang surut terbawa badai..
Semesta sudah renta
Semesta memasuki usia senja
Bisakah kita rawat seperti anak kita sendiri?
Seperti burung terbang dengan cacing-cacing dimulutnya
Mendarat pada riuh paruh kecil berebutan
Membelai seperti kekasih yang telah lama tak jumpa
Seperti menggenggam nadi sendiri dijalan setapak berduri..
Dan teleskop antariksa adalah sebagai saksi mata
Semesta kini telah merebahkan punggungnya di sofa
Menarik selimut dan akan menggelayut hingga tidur abadi



Related image
Image Source: Google
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Kau, 
Adalah sebuah lukisan yang tak ku kenal dalam diriku
Menjelma potret alam dinding-dinding arteri
Terpatri di setiap mimpi dalam tidur
Tubuhmu tergerak lambat laun
Seperti hawa dingin menyelinap di bawah pintu sel-sel darahku
Dirimu duduk bersila diujung degup jantungku
Menyeduh secangkir kopi hangat berasap keringat
Menyimak sebuah nama mengudara
Dalam igauan malam berkepanjangan..

Kau, 
Adalah pertanyaan-pertanyaan yang selalu aku dengungkan
Menjelma bising yang tertawan gendang telinga
Mengejar kepastian yang mengangkasa dalam awang-awang
Tubuhmu lalu berputar
Menukik, kemudian menuju langit ruang
Dirimu berdiri diujung sengal nafasku
Bersua dengan wajah gundah menengadah
Berjalan menemukan kemungkinan-kemungkinan
Di bilik roman puan yang nyaman merindumu..

                                                                                                           Image source: Google
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Categories

  • Anything
  • Cerpen
  • Dream
  • Family
  • Fiksi
  • Film
  • Food
  • Friends
  • Hobi
  • Islami
  • Lirik Lagu
  • Love Story
  • Motivasi
  • Puisi
  • Resep
  • Seni
  • Tips
  • Wish

recent posts

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  Juni (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (7)
    • ►  April (3)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (3)
  • ▼  2017 (12)
    • ▼  November (1)
      • Utari
    • ►  Oktober (1)
      • Psithurism
    • ►  September (1)
      • Aku, Kini
    • ►  Agustus (2)
      • Suara 1
      • Untitled
    • ►  Juni (1)
      • Ketulusan Itu..
    • ►  Mei (1)
      • Dingin
    • ►  April (3)
      • Kau dan Nyanyian Alammu
      • Teriakan Agen Semesta
      • Pagi Bermata Teduh
    • ►  Januari (2)
      • Sebentar Lagi
      • Blurred
  • ►  2016 (5)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2015 (3)
    • ►  September (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2014 (7)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2013 (35)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2012 (5)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (2)

About Me

Retno Dwi Cahyani
Lihat profil lengkapku

Viewers

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates