Gerimis Di Ujung Senja
“Aku rindu pada senja dan suara
percikan gerimisnya.
Mereka yang mempertemukan kita.
Saat itulah bulir-bulir kerinduan memudar seiring bertemunya dua bola mata kita.”
Mereka yang mempertemukan kita.
Saat itulah bulir-bulir kerinduan memudar seiring bertemunya dua bola mata kita.”
Suara rintikan air hujan kini memenuhi isi ruang
kamarku. Kubuka sedikit tirai jendela dan kupandangi suasana di luar sana,
tampak deras luruhan hujan yang datang. Sepertinya tak kunjung reda. Aku mulai
resah. Tetesan air yang jatuh dari langit itu berhasil menyuramkan mataku.
Membuatku berfikir dua kali untuk tidak membiarkan tubuh ini merasakan
dinginnya cuaca kali ini. Tapi aku tak sanggup. Karena hari ini ada janji
penting yang tak ingin kulewati. Terpaksa kuberanikan diri menengok keluar
rumah dan melangkahkan kakiku dengan hati-hati. Kubuka payungku yang berwarna
merah marun dan kubiarkan memayungi tubuh kecilku. Lengkap dengan sweater putih
yang membalut tubuhku bersama baju terusan yang berwarna merah muda. Tak lupa
jepit bunga berwarna ungu tua menghiasi rambut panjangku yang terurai lurus.
Dengan mengenakan sepatu boot kecilku berwarna hitam aku lekas pergi berjalan
menyusuri trotoar.
Angin pada saat ini sungguh tak bersahabat.
Berhasil mengobrak-abrik seluruh dandananku. Kuberjalan pelan sambil sesekali
kulihat jam ditangan kiriku. Kini jarum jam menunjukkan pukul 3 sore. Masih ada
waktu setengah jam lagi untuk ku sampai disana tepat pada waktunya. Perlahan
namun pasti, hujan kemudian reda seiring perjalananku sampai ke tempat
tujuanku.
Dibawah langit senja kini ingin ku lebur segala rasa rinduku padamu. Setelah sekian lama pertemuan itu tak dapat kurengkuh. Kini tiba saatnya aku menjemput kekasihku kembali. Sendiri, di taman ini ku menunggu. Taman yang sering kami sambangi dahulu saat kami dikelilingi rasa bahagia. Dipayungi lembayung dedaunan yang gugur tepat diatas ubun-ubunku, aku duduk termenung. Merasakan semilir angin yang berhembus. Menikmati setiap tetesan bekas air hujan yang jatuh dari pucuk dedaunan yang menyegarkan suasana. Sembari menunggu kekasihku datang menyapaku kembali seperti 2 tahun yang lalu. Apakah dia masih seperti yang dulu? Wajahnya yang tampan nan rupawan masih terngiang jelas si memori otakku. Apakah sikapnya masih sehangat dulu? Perhatiannya, kasih sayangnya, belaian lembutnya masih terasa hingga sekarang. Senja mulai berkata, dia masih seperti dulu. Dan ku mulai tenggelam bersama presepsiku sendiri.
Matahari sedikit demi sedikit mulai
menyembunyikan cahayanya. Tetapi kekasih yang aku tunggu-tunggu tak jua
menampakkan tanda-tanda kehadirannya. Rasanya rasa rinduku sudah ingin
membludak dari peraduannya. Aku tak sabar ingin bertemu. Aku rindu akan candanya.
Gelak tawanya yang menyiratkan sekelumit kebahagiaan. Layaknya rintikan air
hujan yang menyejukkan dahaga.
Tak lama kemudian jatuhlah kembali hujan gerimis
tanpa diundang. Entah mengapa rintikan hujan kali ini nampak seperti sedang
sirik padaku. Tapi kekasihku belum juga datang. Mungkinkah dia lupa? Mungkinkah
dia mengingkari janjinya? Aku tak yakin dengan pertanyaan-pertanyaan yang
mencuat dari bilik fikiranku sendiri. Tanpa terasa bajuku mulai sedikit
basah karena terguyur rintikan hujan. Kubuka kembali payung kecilku yang ku
biarkan tergeletak disampingku sedari tadi. Karena hawa dingin yang mulai
menyayat permukaan kulitku, kubiarkan
tubuhku lekas beranjak bangun dari tempat dudukku untuk mencari tempat berteduh.
Tapi tiba-tiba tampak seorang pria bertopi
menarik tanganku. Aku tersentak. Aku membiarkan payung kecilku kabur terbawa angin. Pria itu berhasil memaksaku dan membawaku
berlari menyusuri jalan setapak entah kemana perginya. Tak tampak wajahnya karena dia langsung
membalikkan seluruh tubuhnya. Aku mulai tegang dan khawatir, tapi entah mengapa
hati ini mau mengikuti jejaknya tanpa sebuah perlawanan sedikitpun.
Aku memperhatikan postur tubuhnya, gerak
geriknya, merasakan genggaman tangannya yang sedang menggeret tanganku, sepertinya
ada yang aneh. Dia menarik tanganku dengan tergesa-gesa, hingga terdengar suara
percikan air yang mengiringi langkah kaki kita. Dinginnya suasana yang merasuk
tak sedikitpun merubah hasrat hati ini untuk takut dengan pria itu. Tiba-tiba
langkah kakinya terhenti tepat dibawah pohon beringin dan masih disekitar area
taman. Suasana yang hening dibalut dengan suara desir angin dan rintikan hujan
gerimis memberiku banyak isyarat. Terdengar bunyi suaranya memanggil namaku
dengan berbisik lirih.
“Dinda..!!”, ucapnya.
Kemudian pria itu menengokkan kepalanya kebelakang dengan perlahan, berbalik
badan, dan membuka topinya seraya menatap ke arah mataku dengan tatapannya yang
tajam. Apa yang sedang terjadi? Tubuhku yang sejak tadi merasa kaku dan panas
dingin langsung mencair seketika. Nafasku yang sedikit tersengal perlahan
mereda dengan sendirinya. Aku menghela nafas dalam-dalam dan tak kuasa
membendung linangan air mataku. Itu kekasihku, kekasih yang telah lama aku
tunggu.
"Sayang?", panggilku dengan nada terkeut.
"Apakah kamu bodoh anak kecil?”, tanyanya sambil memegang kedua lenganku dengan erat.
“Aku tak tau, entah aku bodoh atau tidak. Aku hanya mengikuti kata hatiku saja yang membenarkan bahwa itu adalah kamu”, sanggahku.
“Bagaimana jika seseorang pria yang menarikmu dari tadi adalah pria yang berniat jahat dan ternyata bukan aku? Apa kamu mau diculik?”, tanyanya dengan nada khawatir.
“Tapi kan sekarang kenyataannya itu kamu kok.. hehehe”, candaku manja.
“Dasar anak kecil..!!” jawabnya sambil menggelengkan kepalanya dan mengacak-ngacak rambutku.
"Apakah kamu bodoh anak kecil?”, tanyanya sambil memegang kedua lenganku dengan erat.
“Aku tak tau, entah aku bodoh atau tidak. Aku hanya mengikuti kata hatiku saja yang membenarkan bahwa itu adalah kamu”, sanggahku.
“Bagaimana jika seseorang pria yang menarikmu dari tadi adalah pria yang berniat jahat dan ternyata bukan aku? Apa kamu mau diculik?”, tanyanya dengan nada khawatir.
“Tapi kan sekarang kenyataannya itu kamu kok.. hehehe”, candaku manja.
“Dasar anak kecil..!!” jawabnya sambil menggelengkan kepalanya dan mengacak-ngacak rambutku.
Tanpa pikir panjang, langsung ku dekap dirinya
dan bergelayut manja dengannya. Kubenamkan wajahku di dadanya dan rasanya kali ini
sungguh nyaman. Tak kuasa kuluapkan segala rindu yang menggeliat dalam dada.
Aku merasakan sebuah pelukan hangatnya masih seperti dahulu. Rasa sayangku
untuk dirinya tak berkurang sedikitpun. Tuhan telah menjawab semua doa-doaku.
Kekasihku telah kembali dan memberiku buah manis atas penantian ini. Aku sangat
mencintainya dan tak ingin melepaskannya. Tak lama setelah itu, dia membalasnya
dengan tersungging senyuman yang menawan dari wajahnya. Kemudian dia membelai
rambutku, menggenggam erat jemari tanganku kemudian mengecup keningku.
Seakan-akan gerimis di ujung senja ini menjadi saksi bisu kembalinya seorang
kekasih hatiku yang sudah 2 tahun lebih tidak bertemu.
Selama ini kami menjalani LDR. Selama 2 tahun
tersebut dia berusaha menyelesaikan studynya di Singapura, dan aku tetap
menetap di Indonesia untuk melanjutkan study ku sendiri. Setiap waktu kita
selalu berkomunikasi. Tak seharipun terlewatkan untuk kita memberi kabar
masing-masing. Awalnya memang menyesakkan, tapi kami mencoba untuk saling
percaya dan saling mengerti. Jarak telah mengajariku banyak hal. Tentang
kesabaran, kesetiaan, ketulusan cinta dan kedewasaan diriku untuk menjadi
sesosok kekasih yang baik. Tak pernah sedikitpun terlintas di fikiranku untuk
memainkan perasaannya, membuang-buang waktu hanya untuk bermain api
dibelakangnya. Selalu positive thinking juga sangat membantu dalam menjaga
hubungan kami.
Tak bosan-bosannya aku menunggu. Menantinya untuk
kembali bersamaku. Aku selalu yakin bahwa dirinya memang tercipta untukku. Kami
mempunyai selisih usia dua tahun. Dia yang lebih tua dariku selalu punya cara
untuk memanjakanku, membuatku tersenyum dan membuatku merasa menjadi wanita
yang paling beruntung di dunia. Walau banyak perbedaan sering membuat
pertengkaran kecil diantara kami, tapi semua itu takkan menggoyahkan hingga
akhir nanti.
"Untuk
kekasihku yang telah lama aku tunggu,
terima kasih telah memberi buah manis atas penantianku.
Pada hari itu, gerimis diujung senja."
terima kasih telah memberi buah manis atas penantianku.
Pada hari itu, gerimis diujung senja."
- The End -
By : RDC
1 komentar
Sukaaa penggambaran suasananya 😚😚
BalasHapus