Facebook youtube Pinterest Twitter LinkedIn instagram

A Lost Nemophilist

Tentang perempuan dibalik pepohonan yang selalu rindu menyelami hutan kata-kata

“Aku rindu pada senja dan suara percikan gerimisnya.
Mereka yang mempertemukan kita.
Saat itulah bulir-bulir kerinduan memudar seiring bertemunya dua bola mata kita.”

     Suara rintikan air hujan kini memenuhi isi ruang kamarku. Kubuka sedikit tirai jendela dan kupandangi suasana di luar sana, tampak deras luruhan hujan yang datang. Sepertinya tak kunjung reda. Aku mulai resah. Tetesan air yang jatuh dari langit itu berhasil menyuramkan mataku. Membuatku berfikir dua kali untuk tidak membiarkan tubuh ini merasakan dinginnya cuaca kali ini. Tapi aku tak sanggup. Karena hari ini ada janji penting yang tak ingin kulewati. Terpaksa kuberanikan diri menengok keluar rumah dan melangkahkan kakiku dengan hati-hati. Kubuka payungku yang berwarna merah marun dan kubiarkan memayungi tubuh kecilku. Lengkap dengan sweater putih yang membalut tubuhku bersama baju terusan yang berwarna merah muda. Tak lupa jepit bunga berwarna ungu tua menghiasi rambut panjangku yang terurai lurus. Dengan mengenakan sepatu boot kecilku berwarna hitam aku lekas pergi berjalan menyusuri trotoar.

   Angin pada saat ini sungguh tak bersahabat. Berhasil mengobrak-abrik seluruh dandananku. Kuberjalan pelan sambil sesekali kulihat jam ditangan kiriku. Kini jarum jam menunjukkan pukul 3 sore. Masih ada waktu setengah jam lagi untuk ku sampai disana tepat pada waktunya. Perlahan namun pasti, hujan kemudian reda seiring perjalananku sampai ke tempat tujuanku.

     Dibawah langit senja kini ingin ku lebur segala rasa rinduku padamu. Setelah sekian lama pertemuan itu tak dapat kurengkuh. Kini tiba saatnya aku menjemput kekasihku kembali. Sendiri, di taman ini ku menunggu. Taman yang sering kami sambangi dahulu saat kami dikelilingi rasa bahagia. Dipayungi lembayung dedaunan yang gugur tepat diatas ubun-ubunku, aku duduk termenung. Merasakan semilir angin yang berhembus. Menikmati setiap tetesan bekas air hujan yang jatuh dari pucuk dedaunan yang  menyegarkan suasana. Sembari menunggu kekasihku datang menyapaku kembali seperti 2 tahun yang lalu. Apakah dia masih seperti yang dulu? Wajahnya yang tampan nan rupawan masih terngiang jelas si memori otakku. Apakah sikapnya masih sehangat dulu? Perhatiannya, kasih sayangnya, belaian lembutnya masih terasa hingga sekarang. Senja mulai berkata, dia masih seperti dulu. Dan ku mulai tenggelam bersama presepsiku sendiri.

     Matahari sedikit demi sedikit mulai menyembunyikan cahayanya. Tetapi kekasih yang aku tunggu-tunggu tak jua menampakkan tanda-tanda kehadirannya.  Rasanya rasa rinduku sudah ingin membludak dari peraduannya. Aku tak sabar ingin bertemu. Aku rindu akan candanya. Gelak tawanya yang menyiratkan sekelumit kebahagiaan. Layaknya rintikan air hujan yang menyejukkan dahaga.

     Tak lama kemudian jatuhlah kembali hujan gerimis tanpa diundang. Entah mengapa rintikan hujan kali ini nampak seperti sedang sirik padaku. Tapi kekasihku belum juga datang. Mungkinkah dia lupa? Mungkinkah dia mengingkari janjinya? Aku tak yakin dengan pertanyaan-pertanyaan yang mencuat dari bilik fikiranku sendiri. Tanpa terasa bajuku mulai sedikit basah karena terguyur rintikan hujan. Kubuka kembali payung kecilku yang ku biarkan tergeletak disampingku sedari tadi. Karena hawa dingin yang mulai menyayat permukaan kulitku,  kubiarkan tubuhku lekas beranjak bangun dari tempat dudukku untuk mencari tempat berteduh.

    Tapi tiba-tiba tampak seorang pria bertopi menarik tanganku. Aku tersentak. Aku membiarkan payung kecilku kabur terbawa angin. Pria itu berhasil memaksaku dan membawaku berlari menyusuri jalan setapak entah kemana perginya. Tak tampak wajahnya karena dia langsung membalikkan seluruh tubuhnya. Aku mulai tegang dan khawatir, tapi entah mengapa hati ini mau mengikuti jejaknya tanpa sebuah perlawanan sedikitpun.

     Aku memperhatikan postur tubuhnya, gerak geriknya, merasakan genggaman tangannya yang sedang menggeret tanganku, sepertinya ada yang aneh. Dia menarik tanganku dengan tergesa-gesa, hingga terdengar suara percikan air yang mengiringi langkah kaki kita. Dinginnya suasana yang merasuk tak sedikitpun merubah hasrat hati ini untuk takut dengan pria itu. Tiba-tiba langkah kakinya terhenti tepat dibawah pohon beringin dan masih disekitar area taman. Suasana yang hening dibalut dengan suara desir angin dan rintikan hujan gerimis memberiku banyak isyarat. Terdengar bunyi suaranya memanggil namaku dengan berbisik lirih.

“Dinda..!!”, ucapnya.

     Kemudian pria itu menengokkan kepalanya kebelakang dengan perlahan, berbalik badan, dan membuka topinya seraya menatap ke arah mataku dengan tatapannya yang tajam. Apa yang sedang terjadi? Tubuhku yang sejak tadi merasa kaku dan panas dingin langsung mencair seketika. Nafasku yang sedikit tersengal perlahan mereda dengan sendirinya. Aku menghela nafas dalam-dalam dan tak kuasa membendung linangan air mataku. Itu kekasihku, kekasih yang telah lama aku tunggu.

"Sayang?", panggilku dengan nada terkeut.
"Apakah kamu bodoh anak kecil?”, tanyanya sambil memegang kedua lenganku dengan erat.
“Aku tak tau, entah aku bodoh atau tidak. Aku hanya mengikuti kata hatiku saja yang membenarkan bahwa itu adalah kamu”, sanggahku.
“Bagaimana jika seseorang pria yang menarikmu dari tadi adalah pria yang berniat jahat dan ternyata bukan aku? Apa kamu mau diculik?”, tanyanya dengan nada khawatir.
“Tapi kan sekarang kenyataannya itu kamu kok.. hehehe”, candaku manja.
“Dasar anak kecil..!!” jawabnya sambil menggelengkan kepalanya dan mengacak-ngacak rambutku.

   Tanpa pikir panjang, langsung ku dekap dirinya dan bergelayut manja dengannya. Kubenamkan wajahku di dadanya dan rasanya kali ini sungguh nyaman. Tak kuasa kuluapkan segala rindu yang menggeliat dalam dada. Aku merasakan sebuah pelukan hangatnya masih seperti dahulu. Rasa sayangku untuk dirinya tak berkurang sedikitpun. Tuhan telah menjawab semua doa-doaku. Kekasihku telah kembali dan memberiku buah manis atas penantian ini. Aku sangat mencintainya dan tak ingin melepaskannya. Tak lama setelah itu, dia membalasnya dengan tersungging senyuman yang menawan dari wajahnya. Kemudian dia membelai rambutku, menggenggam erat jemari tanganku kemudian mengecup keningku. Seakan-akan gerimis di ujung senja ini menjadi saksi bisu kembalinya seorang kekasih hatiku yang sudah 2 tahun lebih tidak bertemu.

     Selama ini kami menjalani LDR. Selama 2 tahun tersebut dia berusaha menyelesaikan studynya di Singapura, dan aku tetap menetap di Indonesia untuk melanjutkan study ku sendiri. Setiap waktu kita selalu berkomunikasi. Tak seharipun terlewatkan untuk kita memberi kabar masing-masing. Awalnya memang menyesakkan, tapi kami mencoba untuk saling percaya dan saling mengerti. Jarak telah mengajariku banyak hal. Tentang kesabaran, kesetiaan, ketulusan cinta dan kedewasaan diriku untuk menjadi sesosok kekasih yang baik. Tak pernah sedikitpun terlintas di fikiranku untuk memainkan perasaannya, membuang-buang waktu hanya untuk bermain api dibelakangnya. Selalu positive thinking juga sangat membantu dalam menjaga hubungan kami.

     Tak bosan-bosannya aku menunggu. Menantinya untuk kembali bersamaku. Aku selalu yakin bahwa dirinya memang tercipta untukku. Kami mempunyai selisih usia dua tahun. Dia yang lebih tua dariku selalu punya cara untuk memanjakanku, membuatku tersenyum dan membuatku merasa menjadi wanita yang paling beruntung di dunia. Walau banyak perbedaan sering membuat pertengkaran kecil diantara kami, tapi semua itu takkan menggoyahkan hingga akhir nanti. 


"Untuk kekasihku yang telah lama aku tunggu,
terima kasih telah memberi buah manis atas penantianku.
Pada hari itu, gerimis diujung senja."




- The End -

By : RDC



Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Ketika hatiku telah luluh oleh perkataanmu
Ketika ragaku telah lumpuh oleh perlakuanmu
Ketika itu pula mataku hatiku telah buta akan segala yang ada

Buaian mesra yang terucap dari bibir manismu
Secara tajam memaksa menembus imajiku
Bergulat keras dengan emosi diri
Melayang bersama rayuan sang pencuri hati


Mentari tampak cerah penuh dengan gelak tawa
Menyatukan simpul-simpul kebahagiaan
Rembulan tampak bersinar penuh dengan balutan cinta
Menciptakan sebongkah keindahan


Tetapi..Ada  rasa lara yang luar biasa
Ketika kubuka mata hatiku secara nyata
Kusadari itu semua hanya harapan semu
Yang terungkap ternyata harapan palsu


Kau biarkan rindu ini semakin menyiksa
Semakin dalam dan kian merajalela
Puaskah hatimu?
Melihatku terjatuh dalam sketsa permainanmu?


Kau biarkan aku hidup dalam penantian
Tanpa jera mengharap kepastian
Apa kau tau perasaanku?
Melihatmu berlalu kembali pada duniamu


Aku tau ini sungguh keluar dari garis perkiraan
Kau yang kusangka cinta ternyata pendusta
Kau datang dan pergi dengan mudahnya
Dan harapan tinggallah kenangan

Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Hatiku tergetar. Tiada satu patah kata pun yang ingin aku keluarkan dari mulut ini. Mulutku membisu sekejap ketika aku memikirkan makhluk Tuhan yang satu ini. Ada suatu hal yang mengusik hari-hariku, dalam diamku, yaitu kamu. 

Apakah kau mendengarkanku? Setiap waktu aku memanggilmu tanpa jeda. Berharap kau mendengarkan aku berbisik lirih menyebut namamu. Apakah kau melihatku? Setiap waktu kubiarkan dua bola mataku menatap ke arah yang sama, aku mengagumimu dalam diam. Apa kau melihatku disini? Merasakan hal sama yang sedang mendera. Berharap kau bisa menangkap tatapanku.

Dimanapun mataku memandang, aku hanya akan melihatmu. Sesekali tak jarang kita saling curi pandang. Tapi apakah saling menatap seperti itu terasa menenangkan bagimu? Mendekatlah. Aku menunggumu untuk memulai.

Aku bertanya pada hatimu. Mencoba menerka apa yang ada di dalam lubuk hatimu. Dapatkah kau bukakan sedikit pintu hati untukku? Aku tak tahu entah berapa bunga yang indah nian diluar sana telah mewarnai kehidupanmu. Dan aku hanya merasa tak pantas untuk mengagumimu, mengharap suatu keadaan yang lebih yang akan terjadi. 

Aku hanya bisa mendamba. Aku tak mungkin meraihmu. Bagaimana bisa aku memilikimu sedangkan kau jauh lebih sempurna daripada aku? Aku hanya tidak memiliki keberanian untuk menyapa dan memanggil namamu, apalagi mendekatimu. Aku hanyalah sebuah bunga yang tampak layu dan tak layak untuk didekati. Aku tak bisa berbuat apapun.

Tertawalah dan aku akan senang. Berbahagialah ketika raga ini tak mampu menyentuhmu, ketika mata ini hanya bisa memandangmu dari kejauhan. Hatiku bercerita bebas tentangmu, apa kau mau mencoba mendengarkan?

Aku suka memperhatikanmu. Menikmati kehadiranmu. Memperhatikan langkah kakimu. Kunikmati bagaimana caramu melintas didepanku. Dengan satu tatapan yang mengarah padaku tanpa sepatah katapun. Apakah kau tahu jika hal itu dapat meluluhkan hatiku? Seringkali aku tersenyum kacau. Salah tingkah ketika mata kita saling bertemu untuk beberapa saat dan saling memandang.

Aku ingin kisah cintaku seperti yang lain. Mereka mempunyai keberanian yang lebih untuk menyapa satu sama lain. Bukan sepertiku yang hanya duduk terdiam sembari menatap dari kejauhan. Hanya harap suatu saat kita dapat duduk bersebelahan dan membicarakan suatu hal dengan tawa melekik.

Aku hanya bisa memendam luka saat rasa ini kupikir benar-benar tak masuk diakal. Rasa yang seharusnya tak pernah hadir menghantui. Pernah sesekali kuingin kembali ke awal. Saat semuanya berjalan seperti biasa tanpa ada secuil perasaan yang datang menghampiri.

Dalam diam semua ini mengalir menuju arah yang tak terarah.  Gerakmu tiada pasti, tapi ku akan terus menunggumu dalam diam. Kapan cintaku datang? Setiap waktu aku menunggu dalam lelap, aku merindu dalam tangis. Akankan dia datang secara nyata? Aku tak mau mengejar mimpi yang tak pasti. Kemanapun kakiku melangkah, terlihat jejak bayangmu yang selalu mengikutiku. Harus berapa lama aku menunggumu?

Setiap malam menjelang, saat itu rinduku meradang. Dengarkan suara hati ini, namamu selalu menggema di setiap sudut langit malam. Memilikimu adalah mimpiku. Dan kugantungkan mimpiku di awan hitam, hingga luruh terbawa air hujan.

Ada secarik doa yang tersirat, yang selalu kutujukan untuk dirimu. Membawa rinduku menyatu dengan hembusan nafas dalam doaku.  Dalam renunganku tentangmu, dalam diamku, kuselipkan puing-puing harapan yang mungkin masih bisa tersusun kembali.

"Cobalah mengerti, didalam diamku ada kamu."

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Malam ini, Tuhan..
Akan ku rangkai sebuah pengakuan
Yang entah pada siapa ingin ku tunjukkan
Ini tentang rindu..
Rindu yang telah lama menusuk kalbu
Terdiam hingga menyayat syahdu

Kurasakan sakitnya
Kunikmati perihnya
Kudapati rintihku menggema

Tiadakah yang ingin menjawab pengakuanku?
Membungkam setiap jeritan luka
Membalas setiap tetes rindu yang menyapa

Malam ini, Tuhan..
Kubiarkan rinduku menerjang
Mengalir lembut dan perlahan mengguncang
Ini tentang harapan..
Mengalun dan mencari sebuah kepastian
Melepaskan rindu yang tersendat pelan

Kurasakan manisnya
Kunikmati pahitnya
Kudapati nafasku tercekat nan menyiksa

Tiadakah yang dapat memecah keheningan ini?
Yang tercipta karena rindu yang tak tertuju
Menyeruak dan berpijak pada hati yang pilu

Kubiarkan jari ini menari-nari
Menorehkan linangan air mata
Pada setiap kata yang tersusun penuh makna
Menanti kasih di ujung hari
Menyeka kepedihan yang bersarang selama ini

Kubiarkan waktu yang kan menjawabnya
Membutakan mata hati ini dan tak lagi mencarinya
Menunggu setiap dentuman waktu kian berpacu
Takkan menyesali setiap tetesan rindu,
Yang telah menjadi candu

Kurasa kali ini aku benar-benar merindu
Pada bulan ku bercerita
Tentang dirinya yang belum jelas siapa
Pada bintang ku mengadu
Agar mengalirkan rinduku kepadamu,
Duhai masa depanku



Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Newer Posts
Older Posts

Categories

  • Anything
  • Cerpen
  • Dream
  • Family
  • Fiksi
  • Film
  • Food
  • Friends
  • Hobi
  • Islami
  • Lirik Lagu
  • Love Story
  • Motivasi
  • Puisi
  • Resep
  • Seni
  • Tips
  • Wish

recent posts

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  Juni (1)
  • ►  2020 (4)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (7)
    • ►  April (3)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (12)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (3)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2016 (5)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2015 (3)
    • ►  September (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2014 (7)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
  • ▼  2013 (35)
    • ►  Desember (2)
    • ▼  November (4)
      • Gerimis Di Ujung Senja
      • Pemberi Harapan Palsu (PHP)
      • Kamu, Dalam Diamku
      • Tentang Rindu
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2012 (5)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (2)

About Me

Retno Dwi Cahyani
Lihat profil lengkapku

Viewers

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates