Malam itu, hari Rabu sekitar pukul 9/10 sebelum tidur, saya dan suami habis sepiring buah nanas berdua. Singkatnya, pukul 11 malam ketika mata sudah mulai terpejam, saya tiba-tiba merasakan perut saya nyeri seperti nyeri haid. Awalnya saya mengira ini adalah kontraksi palsu saja seperti hari-hari sebelumnya. Karena sudah semingguan saya merasa nyeri haid itu datang namun selang beberapa menit kemudian menghilang dan setelah saya cek itu ternyata itu yang namanya kontraksi palsu. Juga sudah semingguan itu saya mengalami flek. Saya kira saya sudah mendekati waktu melahirkan, namun kontraksi tidak kunjung datang lebih intens.
Pada malam hari itu terasa berbeda, rasa nyeri ternyata timbul lagi setelah beberapa menit mereda. Saya belum berani membangunkan suami karena waktu itu jeda kontraksinya masih cukup lama. Sampai datang waktu subuh tidur saya hanya lap-lapan saja alias tidak bisa tertidur nyenyak karena merasakan nyerinya yang semakin intens dan semakin terasa sakitnya. Rasanya seperti perut kita diremas dari dalam tetapi masih bisa tertahankan. Sejak saat itu saya berani bilang ke suami. Suami saya lekas menenangkan, mengelus2 punggung saya dan sempat merelakan tubuhnya sebagai pelampiasan rasa sakit. Waktu itu saya berfikir kalau sepertinya hari itu adalah hari H pertemuan kami dengan buah hati kami.
Gelombang cinta itu berlangsung berkali-kali hingga 10 menit sekali pada pukul 6 pagi dengan durasi nyeri 30-40 detik. Kami (saya, suami dan ibu) segera bergegas pergi ke bidan pada pukul stengah 7. Sehari sebelumnya saya memang sudah menjadwalkan ingin ke bidan untuk kontrol rutin pukul 7 pagi karena waktu itu kehamilan saya sudah menginjak pekan ke 39, yakni sehari sebelum HPL dan debaynya belum juga lahir. Namun kala itu qodarullaah waktu sampai di tempat bidan, dicek sudah bukaan 2. Sambil menunggu pembukaan sempurna, saya teringat saran ponakan suami yang juga seorang bidan untuk melakukan gerakan berdiri jongkok agar kepala debaynya lekas turun. Namun waktu itu entah saya jongkok terlalu lama atau terlalu banyak melakukannya, qodarullaah ketuban saya malah pecah saat masih menginjak bukaan 6 pada pukul 9 pagi. Bidan disana bersegera memberikan saya popok dewasa agar air ketuban tidak lekas mengucur ke lantai dan menyarankan saya untuk minum yang banyak.
Hingga waktu berjalan pukul 10, kontraksi itu terus muncul, keinginan mengejan terasa semaaakin kuat. Saya berusaha untuk tenang dan mengatur nafas dengan melantunkan dzikir yang tiada henti. Namun disana alhamdulillaah terdapat gymball yang saya rasa sangat mengurangi rasa nyeri saya saat itu. Oiya saat itu bisa-bisanya saya sempat ingin bakso urat tapi suami mencari2 belum ada yg buka jadinya makan bakso biasa. Tapi tidak apa-apa, agar kuat saat mengejan nanti kata bu bidan hehe. Setelah makan bakso, mengingat rasa ingin mengejan semakin kuat dan air ketuban sudah mulai menipis, bu bidan menyarankan saya berbaring di tempat bersalin dan proses persalinan pun siap dimulai. Waktu itu menginjak pukul 11 kurang 15 menit, dan saya ingat saat dicek bukaan masih belum sempurna. Kalau tidak salah waktu itu masih bukaan ke 8. Bu bidan menyarankan untuk menahan, namun saya sudah tak lagi menahan rasa ingin mengejan ini. Sambil menunggu bukaan lengkap, saya kemudian mulai dipasangi infus dan bidan pun segera menyiapkan peralatan serta perlengkapan bayi. Waktu itu jujur saya rasanya pasrah sekali. Rasa sakit dan kekhawatiran-kekhawatiran akan mulut rahim jika terjadi luka, bengkak, tersobek atau disobek kalau saya harus melahirkan saat bukaan belum sempurna sementara saya kesampingkan, yang saya bayangkan hanya rindu yang dibayar lunas dengan pertemuan manis dengan si jabang bayi.
Seiring berjalannya waktu, ternyata sudah bukaan ke 10 dan bu bidan membolehkan untuk mengejan. Seingat sa kurang lebih saya mengejan selama 3 kali diiringi suami yang terus menawarkan air minum agar tenaga saya tak luntur. Kata suami, ketika kedua kalinya saya berusaha mengejan, sudah terlihat rambut debaynya namun ternyata ia tak kunjung keluar. Kemudian terakhir kali saya mengejan, diwaktu bersamaan saya merasakan ada robekan pada jalan lahir diiringi tangisan bayi yang sangat nyaring saat tepat adzan dzuhur berkumandang yakni pada tepat pukul 11.30, maa syaa Allaah tabaarakallaah. Disitu saya menyadari bahwa bidan telah melakukan tindakan episiotomi pada jalan lahir saya sehingga saya mendapatkan 15 jahitan saat itu yang nyerinya ketika dijahit malah mengalah-ngalahi sakitnya gelombang cinta yang datang sebelumnya padahal juga sudah dibius :') Pada akhirnya saya cuma sanggup bilang dan sesekali berteriak "Hasbunallaah wa ni'mal wakill, ni'mal maulaa wa ni'man nashiir. Allaahu akbar" dengan suami yang terus setia mendampingi disamping saya di saat persalinan saya dan ibu saya yang duduk di sofa yang berada di kamar persalinan. Sungguh manusia amat lemah tanpa kekuatan dari Rabb-nya.
Namun benar kata banyak orang jika rasa sakit yang begitu dahsyat itu mendadak hilang ketika pandangan ini tertuju pada bayi yang kita lahirkan. Banjir oksitosin membuat kebahagiaan memuncak, menghapus luka, lelah, sakit yang pernah kita alami selama mengandung sampai proses melahirkan hari itu. Semua ibu pasti memiliki jalan cerita kelahirannya masing-masing. Ada yang mudah dan cepat. Ada juga yang harus melalui rasa sakit yang luar biasa dan dengan durasi yang cukup lama. Saya merasa bersyukur karena saya berada ditengah-tengahnya. Tapi saya yakin pasti akan banyak hikmah dibalik semua ketentuanNya. Sekarang jadi lebih faham mengapa ibu disebut hingga 3 kali oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ketika seseorang menanyakan, siapa yang paling berhak dimuliakan, sebelum beliau menyebut ayah. Oiya, disaat waktu persalinan kemarin, bu bidan sebenarnya sudah menginstruksikan jika saat mengejan, mata tidak boleh merem. Namun karena memang diluar kontrol, saya tidak sadar kalau mata saya juga ikut merem saat mengejan. Alhasil pembuluh darah mata saya sempat pecah dan dibagian sudut mata kanan kiri jadi memerah. Namun selang 2 mingguan alhamdulillaah mata saya pulih dengan sendirinya. Terima kasih yaa Allaah atas segala nikmatMu, serta kami juga diberi kesehatan dan pulih dengan cepat pasca melahirkan. Semoga Engkau senantiasa membimbing kami menjadi orang tua yang sabar dalam merawat dan mendidik amanahMu ini.
Rabbi hab lii minash-shaalihin..
Rabbi hab lii minash-shaalihin..
Rezeki yang amat tak ternilai. Alhamdulillaah 'alaa kulli haal..