Sesuatu yang Sulit

by - April 25, 2013

      Dia seakan tak menghiraukan aku. Berjalan lurus ke depan, tanpa satu tengok pun dia lakukan. Sungguh ironis memang. Suatu hal yang dilakukan oleh seorang kekasih kepada kekasihnya sendiri. Sepasang kekasih yang sedang menjalin hubungan dan terjebak situasi yang tidak pasti. Sejak kejadian itu, tak ada tatapannya lagi mengarah kepadaku. Apalagi suatu percakapan yang berarti.

  Ingin sekali ku jelaskan padanya bahwa kejadian itu bukanlah seperti apa yang di bayangkan. Tapi hanya raut wajah tak suka yang dia tunjukkan kepadaku. Sakit sekali rasanya. Seperti bebatuan yang tajam dari pegunungan yang terguling dan tanpa sengaja menghujam lubuk hatiku.

       Denis. Dia memang begitu. Selalu mempresepsikan apa yang dilihatnya dengan cepat.
Apa salahnya jika ada seorang wanita yang telah mempunyai seorang kekasih datang ke suatu rumah seorang lelaki, dan lelaki itu ternyata teman kekasih si wanita itu? Lelaki itu bernama Fian. Sulit untuk mengartikannya memang. Aku datang ke rumah Fian hanya ingin belajar memasak kepada ibunya. Itu semua aku lakukan juga untuk dia (Denis). Karena ibuku kini telah tinggal bersama ayahku di Sydney, Australia. Sekarang ini aku hanya tinggal bersama satu orang kakak laki-laki karena masih harus menyelesaikan kuliah yang kurang 1 semester lagi dan aku sendiri masih duduk di bangku SMU di Surabaya.

     Yang menyebabkan masalah ini muncul adalah saat Denis datang ke rumah Fian, secara tak sengaja dia melihatku dan Fian sedang makan di ruang tamu sambil suap-suapan makanan yang telah aku buat bersama Ibu Fian. Itu semua hanya gurauan semata. Tak ada maksud tertentu untuk melukainya. Karena memang kami sudah akrab dari kecil. Fian adalah teman masa kecilku waktu aku tinggal di Sidoharjo. Dan sekarang juga tinggal di Surabaya.

  Berkali-kali aku ambil handphone ku dan kucoba menelponnya. Tetapi tak ada satu jawaban yang bisa membuatku tenang. Sunyi..Sepi.. Hanya suara hembusan angin yang menghembus dari bibir ini..hffff. Hubungan ini semakin tidak jelas, abstrak, dan tak bisa lagi dimengerti oleh otak. Lelaki yang sudah menemaniku selama kurang lebih 3 setengah tahun, kini telah menjelma menjadi seorang lelaki angkuh, dan penuh ego. Bagaimana lagi aku harus menjelaskan kepadanya? Entahlah. Mungkin dia sudah bosan. Bosan dengan keadaanku yang memang sekarang jarang menemuinya dan jarang memperhatikannya. Karena kenyataannya sekarang ini aku di tuntut untuk menyiapkan segala perlengkapanku dan akan segera pindah ke Australia untuk menyusul Ibu dan ayahku setelah kakakku tamat kuliah, dan tak akan pernah kembali ke Indonesia. Mengapa dia tak memperjuangkanku? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini selalu saja muncul dari dalam benakku. Tapi tak kuhiraukan.

    Aku telah merasa bahwa ini memang jalan yang terbaik yang di berikan oleh Allah swt. Allah tahu bahwa jika sekarang aku masih bersamanya, dia akan semakin sayang kepadaku dan semakin sulit ia untuk melupakanku. Dan akhirnya hanya rasa sakit yang akan dia rasakan. Apakah aku terlalu mencintainya sehingga aku terlalu memikirkan hatinya. Aku juga tak mengerti. Mungkin rasa sakit ini kelak juga akan mendatangkan suatu kebaikan bagi diriku, dan juga dirinya. Semoga suatu saat aku bisa bertemu dengannya lagi. Bisa menatap matanya yang penuh makna yang setiap kali dia berikan kepadaku. Dan segala kenangan yang pernah terjani bisa terulang kembali.

"Apalah arti kesakitan ini jika suatu saat akan mendatangkan kebaikan untukmu.. Aku tak apa"

You May Also Like

0 komentar