Aku Sudah Dewasa (?)

by - Desember 07, 2014

       Sabtu, 6 Desember 2014.
    20 tahun. 20 tahun itu tua dan tua itu dewasa. Apakah aku sudah dewasa? Alhamdulillah 20 tahun sudah kakiku menapaki dunia yang fana ini. Beribu tindakan telah aku lakukan, beribu ucapan telah Dia perdengarkan, beribu pandangan telah Dia perlihatkan. 20 Tahun. Umur yang tak muda lagi memang. Umur yang seharusnya sudah penuh akan perhitungan tentang masa depan. Tapi sayangnya sifat ini masih saja kekanak-kanakan. Bukan, nyatanya aku tidak seperti anak-anak pada umumnya yang seharusnya cerdas, lincah, cerewet, pemberani dan memiliki rasa ingin tahu akan segala hal. Hingga hidupku menginjak umur ini pun aku masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya yang mempunyai nyali sebesar biji kedelai. Jika aku tidak kekanak-kanakan, apakah aku sudah dewasa? Entahlah. Karena penaku saja masih tergeletak saat menuliskan kisah cinta dan cita-cita ku dalam peta kehidupanku yang sempat tertunda.
     Iya. Aku bukanlah orang yang terlahir dengan memiliki bakat yang luar biasa, aku bukanlah orang yang terlahir dengan memiliki otak yang jenius yang dapat merekam berbagai moment dan wawasan pengetahuan yang luas, aku bukanlah orang yang terlahir dengan memiliki kemampuan mengemukakan pendapat dan berani berbicara dengan lancar dan lantang seperti semua orang, aku bukanlah orang yang terlahir dengan memiliki banyak teman yang selalu berpetualang berburu pengalaman hidup, Aku bukanlah orang yang terlahir dengan memiliki kisah-kisah cinta yang indah layaknya kisah cinta di layar lebar. Tapi aku selalu bersyukur dengan keadaanku sekarang. Meskipun begitu, aku merasa beruntung karena aku terlahir sebagai seorang anak yang cukup tahu diri. Aku tak ingin  menjadi beban orang tua. Untuk sekedar meminta uang jajanpun aku gengsi.
     Aku sadar selama ini aku belum pernah membahagiakan orang tuaku dengan berbagai macam prestasi membanggakan yang sempat dicapai oleh kebanyakan orang. Aku belum bisa menjadi anak yang mampu memunculkan linangan air mata haru dimata orang tuaku. Aku belum bisa membuat harapan yang cerah di masa depan untuk kedua orang tuaku. Aku belum bisa menciptakan sebuah bayangan cita-citaku yang sesungguhnya dengan jelas kepada orang tuaku. Seharusnya aku harus belajar lebih serius dan bukannya hanya main-main. Seharusnya aku menjadi orang terpercaya untuk bertanggungjawab. Mungkin aku adalah salah satu orang yang sempat meragukan kesuksesanku di masa depan karena terbayang oleh segala kekuranganku. Tapi aku yakin sampai saat ini mereka masih tetap senantiasa memberikan usapan kasih sayangnya dan untaian doa yang terbaik kepadaku walaupun seringkali aku terlihat hina dimata semua orang. Aku yakin suksesku akan datang saat sederet usaha dan sekumpulan doaku serta  doa orang tuaku menyatu dalam bias asaku. Aku ingin menjadi orang yang lebih dewasa yang memiliki kejelasan tujuan dalam hidup.
     Ulang tahun ke 20 ku ini mungkin tak semewah perayaan ulang tahun kebanyakan orang. Yang akan selalu mendapat surprise ditengah dinginnya angin malam. Yang selalu dikelilingi seorang kekasih, teman dekat dan keluarga untuk merayakan setiap perayaan ulang tahun menjelang. Serta yang akan selalu ada kue coklat yang berhiaskan sinar lilin-lilin kecil  untuk kemudian ditiup dan buat sebuah harapan dalam hati. Kurasa semua itu memang sengat indah dan mengharukan. Kurasa dengan seperti itu seluruh insan manusia akan merasa bahagia dengan hidupnya. Tapi entah mengapa dengan keadaan seperti ini pun aku tetap merasa bahagia. Duduk terdiam dengan membaca setiap gontaian kata yang tersusun penuh makna, mengamini setiap rangkaian kata yang terucap dengan diiringi sebuah doa, dari orang-orang yang terdekat, dan menyadari bahwa nyatanya mereka masih senantiasa menyayangi aku dengan sepenuh hati. Aku hanya bisa sabar dan mengikhlaskan. Aku tak akan mengeluh dengan keadaanku. Walaupun aku tak memiliki banyak teman, tapi aku memiliki sahabat-sahabat yang luar biasa. Karena sabar, dia akan membawamu kapada kebahagiaan yang hakiki. Ikhlas, dia akan membawamu kepada kedamaian yang sejati.
     Egois. Mungkin ini yang mendasari sulitnya aku untuk bersosialisasi. Menurutku, orang pendiam macam aku itu egois. Karena ketika ada orang sedang berbicara tentang masalah hidupnya, kadang aku hanya tidak ingin tahu dan tidak ingin mencampuri masalah orang tersebut. Menurutku itu sifat yang egois dan mesti ku musnahkan segera. Telah terperangkap dalam zona nyaman ini membuat aku malas untuk melangkah jauh. Selain itu, untuk berbicara sepatah dua patah kata pun lidah ini kelu. Selalu saja banyak perhitungan saat akan memulai pembicaraan. Tetapi aku menikmati menjadi kaum introvert. Banyak orang bilang bahwa sikap dewasa itu memiliki kemampuan untuk menahan diri dalam berkomentar. Orang yang memiliki kedewasaan dapat dilihat dari sikap dan kemampuannya dalam mengendalikan lisannya. Tetapi aku ragu apakah dalam diriku ini sikap dewasa atau sikap buruk yang mesti aku singkirkan. Menurutku diam itu sakti. Karena dalam diam aku bisa memperhatikan dan mengamati sekelilingku lebih dalam daripada orang lain. Aku lebih mengerti segala macam gerak gerik orang, perasaan orang dan untuk apa mereka melakukan semua itu. Aku mungkin bisa mengerti mereka semua lebih dari yang lain. Oleh karena itu mulut ini sering terasa berat untuk berkata ‘tidak’. Karena aku terlalu mengerti perasaan mereka jika aku berkata ‘tidak’. Aku hanya tak ingin melukai perasaan orang lain. Mungkin banyak orang berpersepsi dengan sifatku yang pengertian ini aku telah berhasil menjadi orang yang cukup dewasa, tapi dibalik itu semua aku sendiri tidak sepenuhnya yakin dengan hal itu. Karena saat aku bilang ‘iya’ kepada semua orang, terkadang muncul suatu pergolakan batin yang pernah tak bisa aku bendung dan akhirnya hanya bersisa sebuah penyesalan.
     Aku tidak tahu mengapa aku lebih memilih menggunakan waktuku menulis tulisan seperti ini daripada untuk senang-senang merayakan berkurangnya umur. Ini masalahku. Ku akui adalah seseorang yang krisis motivasi. Dan aku belum tahu jalan keluar yang tepat yang harus aku tempuh. Mungkin karena kepribadianku yang tertutup. Itu membatasi ruang gerak semua orang yang ingin bercerita bebas denganku. Aku pikir aku belum sepenuhnya dewasa. Karena aku masih ragu dalam memutuskan keputusan. Saat ini terbesit dipikiranku bahwa aku ingin menjadi orang yang tidak pernah punya rasa malu, aku ingin menjadi orang yang sering tersesat. Karena aku menganggap rasa malu itulah yang menghalangiku untuk maju. Dan jika aku tak tersesat, aku pasti tak akan pernah menemukan dunia baru. Sampai saat ini pun aku masih memikirkan bagaimana caranya untuk berpikir, berbicara dan bertindak lebih dewasa. Semoga kekuatan muncul di esok hari dan mengakhiri segala kesuraman di diri ini. Semoga ada pula hikmah dibalik semua ini dan selalu dimudahkan oleh Allah kedepannya. Aaamiin.  Jadi, apakah di umur 20 tahun sudah mesti dewasa? Wallahua'lam


      Itulah secuil keraguan wanita kecil tentang kedewasaannya.

You May Also Like

1 komentar

  1. assalamualaikum....
    saya suka postingan anda.... hmmmm ... hmpr mirip sma perjalanan hidup sya....
    tpi kadang suka ada pikiran nongol ... gitu... yah mungkin semua itu anugrah dari Tuhan YME ... dan memang. benar Tuhan itu Maha adil... yg lgi susah ngga selamanya susah...
    ok... itu saja mungkin kta2 sya ngaco
    semoga ada hikmah di balik semua itu...

    BalasHapus